Etika dalam Islam terhadap sesama Muslim
Orang Muslim meyakini hahwa saudara seagamanya
mempunyai hak-hak, dan etika-etika yang harus ia terapkan terhadapnya,
kemudian ia melaksanakannya kepada saudara seagamanya, karena ia
berkeyakinan bahwa itu adalah ibadah kepada Allah Ta’ala, dan upaya
pendekatan kepada-Nya.
Hak-hak dan etika-etika ini diwajibkan
Allah Ta‘ala kepada orang Muslim agar ia mengerjakannya kepada saudara
seagamanya. Jadi, menunaikan hak-hak tersebut adalah ketaatan kepada
Allah Ta‘ala dan upaya pendekatan kepada-Nya tanpa diragukan sedikit
pun.
Di antara hak-hak, dan etika-etika tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Ia mengucapkan salam jika ia bertemu dengannya sebelum ia berbicara
dengannya dengan mengatakan, “As-Salamu’alaikum wa Rahmatullah”,
berjabat tangan dengannya, dan menjawab salamnya dengan berkata,
“Wa‘alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuhu”.
Orang Muslim melakukan itu semua, karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta‘ala,
“Apabila kamu diberi salam dengan
ucapan salam, maka balaslah salam tersebut dengan yang lebih baik, atau
balaslah (dengan yang serupa).” (An-Nisa’: 86).
Sabda Rasulullah saw.,
“Orang
yang berada di atas kendaraan mengucapkan salam kepada orang yang
berjalan kaki, orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang
duduk, dan orang yang sedikit mengucapkan salam kepada orang yang
banyak.” (Muttafaq Alaih).
“Sesungguhnya para malaikat
heran kepada seorang Muslim yang berjalan melewati seorang Muslim
lainnya, namun ia tidak mengucapkan salam kepadanya.”
“Ucapkan salam kepada orang yang engkau kenal, dan orang yang tidak engkau kenal.” (Muttafaq Alaih).
“Tidaklah dua orang Muslim kemudian keduanya berjabat tangan, melainkan keduanya diampuni sebelum keduanya berpisah.” (Diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).
“Barangsiapa
memulai pembicaraan sebelum mengucapkan salam, maka janganlah kalian
menggubris pembicaraannya hingga ia mengucapkan salam.” (Diriwayatkan Ath-Thabrani, dan Abu Nu’aim).
2.
Jika ia bersin dan membaca “alhamdulillah”, maka ia mendoakannya dengan
berkata, “yarmukallahu” (mudah-mudahan Allah merahmatimu), kemudian
orang yang bersin berkata, “yaghfirullahu lii wa laka” (semoga Allah
memberi ampunan kepadaku dan kepadamu, atau ia berkata, “yahdikumullahu
wa yushlihu baalakum” (semoga Allah memberi petunjuk kepadamu, dan
memperbaiki hatimu), karena Rasulullah saw. bersabda,
“Jika
salah seorang dan kalian bersin, maka hendaklah ia berkata, ‘Segala puji
bagi Allah’, dan hendaklah saudaranya mengatakan padanya, ‘Semoga Allah
merahmatimu’, dan jika saudaranya telah mengatakan, ‘Semoga Allah
merahmatimu’, maka hendaklah orang yang bersin berkata, ‘Semoga Allah
memberi petunjuk kepadamu, dan memperbaiki hatimu’.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Abu Hurairah ra berkata, “Jika Rasulullah SAW. bersin, beliau meletakkan tangannya, atau pakaiannya di mulutnya, dan merendahkan suaranya.” (Muttafaq Alaih).
3. Menjenguknya jika ia sakit dan mendoakan kesembuhan untuknya, karena sabda-sabda Rasulullah saw. berikut:
“Hak
seorang Muslim atas Muslim lainnya ialah lima: Menjawab ucapan salam,
menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan, dan
mendoakan orang yang bersin.” (Muttafaq Alaih).
Al-Barra’ bin
Azib ra berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan kita menjenguk orang
sakit, mengantar jenazah, mendoakan orang yang bersin, membebaskan orang
yang bersumpah, menolong orang yang tertindas, memenuhi undangan, dan
menebarkan salam.” (Diriwayatkan A1-Bukhari).
“Jenguklah orang sakit, berilah makan orang yang lapar, dan bebaskan para tawanan.” (Muttafaq Alaih).
Aisyah ra berkata, “Rasulullah
SAW. menjenguk sebagian keluarganya, kemudian beliau mengusap dengan
tangan kanannya, sambil berkata, ‘Ya Allah Tuhan manusia, hilangkan
musibah, dan sembuhkanlah karena Engkau Maha Penyembuh. Tidak ada
penyembuhan kecuali penyembuhan-Mu dengan penyembuhan yang tidak
meninggalkan penyakit’.” (Muttafaq Alaih).
4. Menyaksikan jenazah tetangganya jika meninggal dunia, karena Rasulullah saw. bersabda,
“Hak
seorang Muslim atas Muslim lainnya adalah lima: Menjawab salamnya,
menjenguk orang sakit, mengantar jenazahnya, memenuhi undangan, dan
mendoakan orang yang bersin.” (Muttafaq Alaih).
5.
Membebaskan sumpah tetangganya jika telah bersumpah terhadap sesuatu dan
ia tidak dilarang melakukannya, kemudian ia mengerjakan apa yang
disumpahkan tetangganya itu untuknya agar tetangganya tidak berdosa
dalam sumpahnya, karena hadits Al-Barra’ bin Azib yang berkata,
“Rasulullah saw. memerintahkan kita menjenguk orang sakit, mengantar
jenazah, mendoakan orang yang bersin, membebaskan orang yang bersumpah,
menolong orang yang tertindas, memenuhi undangan, dan menebarkan salam.”
(Diriwayatkan Al-Bukhari).
6. Menasihatinya jika ia meminta
nasihat kepadanya dalam satu persoalan dengan menjelaskan apa yang ia
pandang baik dalam hal tersebut berdasarkan dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
“Jika salah seorang meminta nasihat kepada saudaranya, hendaklah saudaranya tersebut memberinya nasihat.” (Al-Bukhari).
“Agama adalah nasihat.” Ditanyakan kepada Rasulullah saw., “Untuk siapa saja?” Rasulullah saw. bersabda, “Untuk Allah, kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum Muslimin, dan seluruh kaum Muslimin.” (Diriwayatkan Muslim).
7.
Mencintai untuknya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri, dan
membenci untuknya apa yang ia benci untuk dirinya sendiri, karena
dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
“Salah
seorang dan kalian tidak beriman hingga ia mencintai untuk saudaranya
apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri dan membenci untuk saudaranya
apa yang ia benci untuk dirinya sendiri.” (Muttafaq Alaih).
“Perumpamaan
kaum Mukminin dalam kecintaan mereka, kasih sayang mereka, dan
keakraban mereka seperti satu badan. Jika salah satu anggota badan
sakit, maka untuknya seluruh anggota badan tidak bisa tidur, dan demam.”
(Muttafaq Alaih).
“Orang bagi orang Mukmin lainnya adalah seperti bangunan dimana sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” (Muttafaq Alaih).
8. Menolong dan tidak menelantarkannya kapan saja ia membutuhkan pertolongan, dan dukungan, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
“Tolonglah
saudaramu, ia zhalim atau zhalimi”, Rasulullah saw. ditanya tentang
cara menolong orang yang zhalim, maka beliau bersabda, “Engkau
melarangnya berbuat zhalim, dan menghentikan perbuatannya. Itulah
pertolonganmu terhadapnya.” (Muttafaq Alaih).
“Orang Muslim
adalah saudara Muslim lainnya. ia tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh
menelantarkannya, dan tidak boleh menghinanya.” (Diriwayatkan Muslim).
“Tidaklah
orang Muslim menolong orang Muslim lainnya di tempat di mana di
dalamnya kehormatannya dilecehkan, dan keharamannya dihalalkan,
melainkan Allah menolongnya di tempat ia senang ditolong di dalamnya.
Tidaklah seorang Muslim menelantarkan (tidak menolong) orang Muslim
lainnya di tempat di mana di dalamnya kehormatannya dilecehkan,
melainkan ia ditelantarkan Allah di tempat ia senang ditolong di
dalamnya.” (Diriwayatkan Ahmad).
“Barangsiapa melindungi kehormatan saudaranya, maka Allah melindungi wajahnya dari neraka pada hari kiamat.”
9. Tidak menimpakan keburukan kepadanya, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
“Seorang Muslim atas Muslim lainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (Diriwayatkan Muslim).
“Orang Muslim tidak halal menakut-nakuti orang Muslim lainnya.” (Diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud).
“Orang Muslim tidak halal melihat orang Muslim lainnya dengan pandangan yang menyakitinya.” (Diriwayatkan Ahmad).
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai gangguan terhadap kaum Mukminin.” (Diriwayatkan Ahmad).
“Orang
Muslim ialah orang yang di mana kaum Muslimin yang lain selamat dari
(gangguan) lisannya, dan tangannya.” (Muttafaq Alaih).
“Orang
Mukmin ialah orang yang di mana kaum Mukminin merasa aman terhadap jiwa
mereka, dan harta mereka.” (Diriwayatkan Ahmad, At-Tirmidzi, dan
Al-Hakim. Hadits ini shahih).
10. Rendah hati, tidak sombong
terhadapnya, dan tidak menyuruh berdiri dari kursinya agar ia bisa duduk
di atasnya, karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta’ala,
“Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
(Luqman: 18).
Sabda Rasulullah saw.,
“Sesungguhnya Allah
mewahyukan kepadaku agar kalian tawadlu, hingga salah seorang dan kalian
tidak sombong terhadap yang lain.” (Diriwayatkan Abu Daud dan lbnu
Majah. Hadits ini shahih)
“Tidaklah seseorang tawadlu (rendah hati) karena Allah, melainkan Allah Ta‘ala mengangkat derajatnya.”
Rasulullah
saw. bersikap tawadlu’ kepada semua orang Muslim dalam kapasitasnya
sebagai pemimpin para rasul, tidak bersikap kasar, tidak malu berjalan
dengan wanita-wanita janda dan orang-orang miskin, dan memenuhi
kebutuhan mereka, hingga beliau bersabda,
“Ya Allah, hidupkan aku
dalam keadaan miskin, matikan aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkan
aku bersama rombongan orang-orang miskin.” (Diriwayatkan Ibnu Majah dan
Al-Hakim).
“Janganlah salah seorang dari kalian menyuruh
seseorang berdiri dari kursinya kemudian ia duduk di atasnya, namun
hendaklah kalian memperluas diri, dan melapangkan diri.” (Muttafaq
Alaih).
11. Tidak mendiamkannya lebih dan tiga hari, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
“Orang
Muslim tidak halal mendiamkan saudaranya lebih dari tiqa hari. Keduanya
bertemu, salah satunya berpaling dan orang satunya juga berpaling.
Orang terbaik di antara keduanya ialah orang yang memulai mengucapkan
salam.” (Muttafaq Alaih).
“Dan janganlah kalian saling
membelakangi, dan jadilah kalian hai hamba-hamba Allah sebagai
saudara-saudara.” (Diriwayatkan Muslim).
Membelakangi ialah sikap saling mendiamkan, seorang Muslim memberikan pantatnya kepada orang lain, dan berpaling daripadanya.
12.
Tidak menggunjingnya, tidak menghinanya, tidak mencacinya, tidak
melecehkannya, tidak menggelarinya dengan gelar yang tidak baik, dan
tidak mengembangkan pembicaraannya untuk merusaknya, karena dalil-dalil
berikut:
Firman Allah Ta‘ala,
“Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Al-Hujuraat:
12).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka (yang
diolok-olok,) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan
pula wanita-wanita (mengolok-olok,) wanita-wanita lain (karena) boleh
jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri dan
janganlah kalian panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk
seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang orang yang
zhalim.” (Al-Hujuraat: 13).
Sabda Rasulullah saw.,
“Tahukah
kalian apa yang dimaksud dengan menggunjing?” Para sahabat menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Rasulullah saw. bersabda, “Engkau
menyebut tentang saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukainya.”
Ditanyakan kepada Rasulullah saw., “Bagaimana jika apa yang aku katakan
ada pada saudaraku tersebut?” Rasulullah saw. bersabda, “Jika apa yang
engkau katakan ada padanya, engkau telah menggunjingnya. Jika apa yang
engkau katakan tidak padanya, engkau telah membuat kebohongan
terhadapnya.” (Diriwayatkan Muslim)
Sabda Rasulullah saw. di haji
Wada’, “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian
adalah haram atas kalian.” (Diriwayatkan Muslim).
“Setiap Muslim atas Muslim lainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (Diriwayatkan Muslim).
“Cukuplah kesalahan bagi seseorang jika ia menghina saudara Muslimnya.” (Muttafaq Alaih).
“Para pengadu domba tidak masuk surga.”
13. Tidak mencacinya tanpa alasan, sama ada ia masih hidup atau telah meniggal dunia, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
“Mencaci seorang Muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekafiran.” (Muttafaq Alaih).
“Janganlah
seseorang menuduh orang lain fasik atau kafir, melainkan tuduhan
tersebut kembali kepadanya jika sahabat yang ia tuduh tidak seperti yang
ia tuduhkan.” (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).
“Jangan
kalian menghina orang-orang yang telah meninggal dunia, karena mereka
telah sampai pada apa yang mereka persembahkan (amalkan).” (Muttafaq
Alaih).
“Di antara dosa-dosa besar ialah seseorang mencaci kedua
orang tua kandungnya.” Ditanyakan kepada Rasulullah saw., “Apakah ada
orang yang mencaci kedua orang tua kandungnya?” Rasulullah saw.
bersabda, “Ya ada, seseorang mencaci ayah orang lain, kemuclian orang
lain tersebut mencaci ayah-ibu orang tersebut.” (Muttafaq Alaih).
14.
Ia tidak dengki kepadanya, atau berprasangka buruk terhadapnya, atau
membuatnya marah, atau mencari-cari kesalahan-kesalahannya, karena
dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta‘ala,
“Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang
lain.” (Al-Hujuraat: 12).
Sabda Rasulullah saw.,
“Janganlah
kalian saling dengki, saling membenci, saling mencari-cari kesalahan,
dan dan bersaing dalam penawaran, namun jadilah kalian sebagai saudara
wahai hamba-hamba Allah.” (Diriwayatkan Muslim)
“Tinggalkan oleh kalian buruk sangka, karena buruk sangka adalah perkataan yang paling dusta.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
15. Tidak menipunya, karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta ‘ala,
“Dan
orang-orang yang menyakiti laki-laki Mukmin dan wanita wanita Mukminat
tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58).
“Dan
barangsiapa mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya
kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat
suatu kebohongan dan dosa yang nyata.” (An-Nisa’: 112).
Sabda Rasulullah saw.,
“Barangsiapa mengangkat senjata kepada kami dan menipu kami, maka ia bukan golongan kami.” (Diriwayatkan Muslim).
“Barangsiapa menjual hendaklah ia berkata, ‘tidak ada tipuan’.” (Muttafaq Alaih).
“Tidaklah
seorang hamba yang diberi amanat memimpin rakyat oleh Allah kemudian
meninggal dunia dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah
mengharamkan surga baginya.” (Muttafaq Alaih).
“Barangsiapa merusak (menipu) istri orang lain, atau budaknya, ia bukan termasuk golongan kami.” (Diriwayatkan Abu Daud).
16. Tidak mengkhianatinya, atau mendustakannya, atau menunda pembayaran hutangnya, karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta‘ala,
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (Al-Maidah: 1).
“Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji.” (Al-Baqarah: 177)
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Isra’: 34).
Sabda Rasulullah saw.,
“Empat
hal, barangsiapa keempat hal tersebut ada padanya, ia termasuk orang
munafik tulen, dan barangsiapa salah satu dari keempat hal tersebut ada
padanya maka pada dirinya terdapat sifat kemunafikan hingga ia
meninggalkan sifat tersebut. (Keempat hal tersebut,) ialah jika ia
diberi amanah, ia mengkhianati amanah tersebut. Jika ia berkata, ia
bohong. Jika ia berjanji, ia mengingkari. Dan jika ia bertengkar, ia
berbuat jahat.” (Muttafaq Alaih).
“Allah Ta‘ala berfirman, ‘Aku
menjadi musuh bagi tiga orang pada hari kiamat, orang yang membeli
sesuatu dengan-Ku kemudian ia berkhianat, orang yang menjual orang
merdeka kemudian memakan hasilnya, dan orang yang menyewa buruh kemudian
buruh tersebut bekerja dengan baik untuknya, namun ia tidak memberinya
upah’.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
“Penundaan pembayaran hutang
oleh orang kaya adalah kedzaliman. Jika salah seorang dari kalian
disuruh menagih orang kaya yang menunda pembayaran hutangnya, maka
tagihlah.” (Muttafaq Alaih).
17. Mempergaulinya dengan akhlak
yang baik dengan memberikan kebaikan kepadanya, tidak menyakitinya,
menampakkan wajah yang berseri-seri ketika bertemu dengannya, menerima
kebaikan darinya. memaafkan kesalahannya, tidak membebaninya dengan
sesuatu yang tidak dimilikinya, tidak rnenuntut ilmu dari orang bodoh,
dan tidak meminta penjelasan dan orang yang tidak mempunyai penjelasan,
karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta‘ala,
“Jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma‘ruf, serta
berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raaf: 199).
Sabda Rasulullah saw.,
“Bertakwalah
kepada Allah di mana saja engkau berada, tindaklanjutilah kesalahan
dengan kebaikan niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut,
dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (Diriwayatkan
Al-Hakim dan At-Tirmidzi yang meng-hasan-kannya).
18. Hormat kepadanya jika ia dewasa (tua), dan menyayanginya jika ia masih kecil, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
“Tidak
termasuk golongan kami, orang yang tidak hormat terhadap orang tua
kita, dan tidak menyayangi anak-anak kecil kita.” (Diriwayatkan Abu
Daud, dan At-Tirmidzi yang meng-hasan-kannya).
“Di antara pengagungan kepada Allah ialah memuliakan orang tua Muslim.” (Diriwayatkan Abu Daud dengan sanad yang baik).
“Mulailah dengan orang tua, dan mulailah dengan orang tua.”
Jika
anak kecil dibawa ke hadapan Rasulullah saw. beliau doakan, dan beliau
beri nama, maka beliau mendudukkannya di atas pangkuannya, dan terkadang
anak kecil tersebut mengencingi beliau.
Diriwayatkan bahwa jika
Rasulullah saw. tiba dari perjalanan, maka beliau disambut anak-anak,
kemudian beliau berdiri di depan mereka, memerintahkan mereka diangkat
kepada beliau, kemudian sebagian anak-anak tersebut berada di depan
beliau, dan di belakang beliau. Beliau juga memerintahkan
sahabat-sahabatnya menggendong sebagian anak-anak kecil sebagai ungkapan
kasih sayang terhadap anak-anak kecil.
19. Memposisikannya
seperti dirinya, dan memperlakukannya dengan perlakuan yang ia sukai
untuk dirinya sendiri, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
“Seseorang
tidak bisa menyempumakan imannya hingga terkumpul pada dirinya tiga
hal: Berinfak dari kekikiran, adil, dan memberikan ucapan salam.”
(Diriwayatkan Al-Bukhari).
“Barangsiapa ingin dijauhkan dan
neraka dan masuk surga, hendaklah ia mati dalam keadaan bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad
adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, dan hendaklah ia menemui manusia dengan
membawa sesuatu yang ia sendiri senang jika diberi sesuatu tersebut.”
(Diriwayatkan Al-Bukhari).
20. Memaafkan kesalahannya, menutup
auratnya, dan tidak memaksa diri mendengarkan pembicaraan yang ia
rahasiakan, karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta‘ala,
“Maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Maidah: 13).
“Maka
barangsiapa mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi
maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
(pula).” (Al-Baqarah: 178).
“Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (Asy-Syura: 40)
“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian?” (An-Nuur: 22).
“Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu
tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang
pedih di dunia dan di akhirat.” (An-Nuur: 19).
Sabda Rasulullah saw.,
“Allah tidak menambahkan pada orang yang memaafkan, melainkan kemuliaannya.” (Diriwayatkan Muslim).
“Hendaklah engkau memaafkan orang yang menzhalimimu.”
“Tidaklah
seorang hamba menutup aurat hamba lainnya, melainkan Allah menutup
auratnya pada hari kiamat.” (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang
meng-hasan-kannya).
“Hai semua orang-orang yang beriman dengan
lisannya, dan iman tidak masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian
menggunjing kaum Muslimin, dan jangan membuka aurat mereka, karena
barang siapa membuka aurat saudara Muslimnya maka Allah membuka auratnya
dan menjelek-jelekkannya kendati ia berada di tengah rumahnya.”
(Diriwayatkan Abu Daud dan Ahmad).
“Barangsiapa mendengar
informasi satu kaum yang tidak menginginkan pembicaraannya didengar
orang lain, maka telinganya diberi timah yang meleleh pada hari kiamat.”
(Diriwayatkan Al Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah,
dan Ahmad).
21. Membantunya jika ia membutuhkan bantuannya, dan
membantu memenuhi kebutuhannya kendati ia sudah mampu memenuhinya,
karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta ‘ala,
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (Al-Maidah: 2).
“Barangsiapa memberikan syafa‘at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) daripanya.” (An-Nisa’: 85).
Sabda Rasulullah saw.,
“Barangsiapa
menghilangkan salah satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin maka Allah
menghilangkan salah satu kesusahan hari kiamat darinya, barangsiapa
memberi kemudahan kepada orang yang kesulitan maka Allah memberi
kemudahan padanya di dunia dan akhirat, dan barangsiapa menutup aurat
seorang Muslim maka Allah menutup auratnya di dunia dan akhirat. Allah
menolong hamba-Nya, selagi hamba tersebut menolong saudara-nya.”
(Diriwayatkan Muslim).
“Berilah pertolongan niscaya kalian diberi
pahala dan Allah memutuskan melalui lisan Nabi-Nya sesuai dengan yang
diinginkannya.” (Muttafaq Alaih).
22. Melindunginya jika ia
meminta perlindungan dengan Allah Ta’ala, memberinya jika ia meminta
dengan-Nya, membalas kebaikannya, dan mendoakannya, karena Rasulullah
saw. bersabda,
“Barangsiapa meminta perlindungan kalian dengan
Allah, hendaklah kalian melindunginya. Barangsiapa meminta kalian dengan
Allah, hendaklah kalian memberinya. Barangsiapa mengundang kalian,
hendaklah kalian memenuhi undangannya. Dan barangsiapa berbuat baik
kepada kalian, hendaklah kalian membalasnya. Jika kalian tidak
mendapatkan sesuatu untuk membalasnya, maka doakan dia, hingga
seolah-olah kalian telah merasa telah memberi balas jasa kepadanya.”
Sumber : http://agoesramdhanie.wordpress.com/2008/12/09/etika-terhadap-sesama-muslim/